PEMANFAATAN DATABASE KEPENDUDUKAN TERDISTRIBUSI PADA RAGAM APLIKASI SISTEM INFORMASI DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA


PEMANFAATAN DATABASE KEPENDUDUKAN TERDISTRIBUSI PADA RAGAM APLIKASI SISTEM INFORMASI DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

ABSTACK:
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kemendagri saat ini sedang melaksanakan program e-KTP (e-KTP) yang dikembangkan oleh Nomor Identifikasi Tunggal. Program ini diharapkan dapat menghasilkan database nasional yang akuratpopulasi. Ketersediaan database penduduk yang lebih baik akan memberikan manfaat maksimal jika itudapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi sistem informasi di kabupaten. Didistribusikan populasi basis data adalah potensi pengembangan e-Government yang lebih baik, melalui pengembangan berbagai sistem informasi primer dan sekunder / derivatif dengan integrasi basis data,middleware, dan aplikasi yang dikembangkan oleh teknologi layanan web. Evaluasi kinerja sistem secara terus-menerus juga perlu dilakukan sebagai bagian dari proses dalam kehidupan siklus sistem informasi.



1.     PENDAHULUAN :

Pemerintah Indonesia melalui Kemendagri saat ini sedang melaksanakan programe-KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pelaksanaan UU no. 23tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam rangka mendukung efektifitas dan efisiensi program tersebut, pemerintah mengembangkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Pengembangan SIAK telah dimulai pada tahun 2003 dengan diluncurkannya SIAK online dari Kecamatan ke data center kependudukan, kemudian disusul SIAK offline di Kabupaten/Kota pada tahun 2005.

SIAK online memberikan layanan pendaftaran penduduk dan catatan sipil di kecamatan yang terhubung langsung dengan data center Dirjen Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) melalui VPN dial. Hasil penyempurnaan grand design SIAK terbaru disepakati oleh Tim Teknis dari 15 Kementerian/Lembaga pada tanggal 4 Agustus 2010 dan telah ditetapkan dengan Keputusan Mendagri tanggal 13 Agustus 2010. Sedangkan, hasil penyempurnaan spesifikasi hardware, software, dan blangko e-KTP disepakati oleh Tim Teknis pada tanggal 28 Desember 2010 dan ditetapkan dengan Permendagri no. 6 tahun 2011. Pada akhir tahun 2012, ditargetkan SIAK di 497 kabupaten/kota tersambung (online) dengan pusat dan propinsi, dan pelayanan SIAK 6.589 kecamatan pada 497 kabupaten/kota akan tersambung (online) ke kabupaten/kota, pusat dan propinsi. Pada akhir tahun 2013, SIAK di Kemendagri dan daerah ditargetkan tersambung (online) dengan instansi pengguna secara bertahap.

Informasi dan publikasi terkait dengan proyek e-KTP, NIK, database kependudukan, integrasi sistem dan aspek terkait lainnya sudah banyak ditemukan, namun terkait dengan pemanfaatan database kependudukan dalam ragam aplikasi sistem informasi di pemerintah kabupaten/kota (Pemkab/Pemkot) masih minim. Makalah ini mengungkap peluang pemanfaatan database kependudukan yang terdistribusi pada ragam aplikasi sistem informasi di Pemkab/Pemkot.







2.     TINJAUAN PUSTAKA :
2.1.            DISTRIBUSI DATABASE
Database terdistribusi adalah sebuah database yang diatur oleh sebuah Database Management System (DBMS) yang tersimpan secara fisik pada beberapa komputer yang terdapat pada beberapa lokasi dengan terkoneksi pada sebuah jaringan. jaringan tersebut harus bisa menyediakan akses bagi user untuk melakukan sharing data. Terdapat dua macam sifat dari database terdistribusi yaitu Heterogenous dan Homogenous. Homogenous artinya suatu database terdistribusi dimana data di distribusikan pada beberapa komputer dengan menggunakan DBMS(database management system) yang sama. DBMS digunakan pada database terdistribusi untuk melakukan koordinasi data pada beberapa node. Sedangkan Heterogenous adalah kebalikan dari Homogenous dimana data di sebarkan dengan menggunakan DBMS yang berbeda.
Basis data terdistribusi (distributed database) adalah suatu basis data yang berada di bawah kendali sistem manajemen basis data (DBMS) terpusat dengan peranti penyimpanan (storage devices) yang terpisah-pisah satu dari yang lainnya. Tempat penyimpanan ini dapat berada di satu lokasi yang secara fisik berdekatan (misal: dalam satu bangunan) atau terpisah oleh jarak yang jauh dan terhubung melalui jaringan internet.
 Implementasi database terdistribusi dapat menghasilkan kinerja yang baik menyangkut ketersediaan data. Replikasi database yang dapat menghasilkan kesamaan posisi data pada beberapa master site, memungkinkan pembagian beban akses ke server, sehingga kegagalan akses data minimal. Serangkaian pengujian distribusi dengan Oracle 9i menunjukkan perbedaan waktu eksekusi query yang tidak terlalu signifikan terhadap jumlah data (Cinderatama, Yuwono, dan Asmara, 2010).
Hasil pengujian pada platform Red Hat menggunakan Oracle Server dan PL/SQL juga menunjukkan akses (Insert-Reading-Update) pada database berukuran kecil layak digunakan namun tidak sebanding dengan kinerja pada arsitektur Hadoop. HBase merupakan kelanjutan dari Hadoop yaitu sistem database terdistribusi yang berorientasi pada penggunaan kolom. HBase menawarkan akses acak (Read-Write), memiliki penyimpanan data berdasarkan arsitektur HDFS yang dibangun untuk jumlah record sangat besar (miliaran), jumlah besar kolom (jutaan), memiliki kemampuan partisi horisontal dan replikasi yang mudah digunakan. MySQL dan PostgreSQL Untuk sesuai untuk aplikasi kecil dan menengah, menawarkan kesederhanaan dan fleksibilitas, tetapi kinerjanya menurun signifikan untuk database besar dan terdistribusi (Carstoiu, Lepadatu, dan Gaspar, 2010).
 Berdasarkan dua hasil penelitian di atas, diusulkan skenario penerapan distribusi database kependudukan yang secara garis besar meliputi database master kependudukan nasional yang tunggal/terpusat, desain logik dan fisik pengembangan database kependudukan, distribusi database yang melibatkan proses replikasi dan fragmentasi database, serta transparansi dalam DDBMS (Sutanta dan Ashari, 2012). Usulan distribusi database ini sejalan dengan usulan pembangunan infrastruktur untuk SIAK terdistribusi yang terdiri atas simpul datacenter pusat, propinsi, kabupaten, dan kecamatan yang saling terhubung, sehingga mampu menyederhanakan sistem-sistem pada tiap tingkatan daerah (Setiadi, Hasibuan, dan Fahmi, 2007).

2.2.            STRUKTUR MANAJEMEN PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT TINGKAT KABUPAKTEN/KOTA.
Pengembangan e-Gov harus mempertimbangkan prioritas layanan elektronik yang diberikan, infrastruktur yang dimiliki, kegiatan layanan saat ini, dan kondisi anggaran dan sumber daya manusia yang dimiliki. Gabungan konsep pengembangan e-Gov dan pengalaman good practice dan bad practice pada beberapa negara dapat digunakan untuk menyusun stuktur manajemen pengembangan e-Gov yang dapat digunakan sebagai panduan metodologi pengembangan e-Gov di lingkungan Pemda di Indonesia (Hasibuan, 2007). Mengacu pada struktur tersebut, nampak bahwa keberhasilan pengembangan e-Gov menuntut komitmen tinggi dari Pimpinan.

3.     METODOLOGI PENELITIAN :
Pengertian Metode penelitian adalah tata cara yang dimiliki dan dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi terhadap data yang telah didapatkan tersebut. Metode penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian yang meliputi antara lain: prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan cara apa data-data tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis.
Makalah ini disusun menggunakan metode analisis deskriptif dengan cara melakukan kajian pustaka terkait konsep pengembangan e-Gov dan keberadaan database kependudukan yang sedang dikembangkan oleh Kemendagri, diikuti dengan analisis kondisi aktual untuk mengetahui problem seputar pengembangan e-Gov pada Pemkab/Pemkot di wilayah DIY, dan selanjutnya disampaikan usulan pemanfaatan database kependudukan yang terdistribusi berikut permasalahan yang potensial terjadi dalam upaya tersebut dan alternatif solusinya.


4.     HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN :
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kemendagri saat ini sedang melaksanakan program e-KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional sebagai pelaksanaan UU no. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Mengacu pada UU tersebut; Kemendagri kewajib dan bertanggung jawab menyelenggarakan administrasi kependudukan secara nasional; Pemerintah Propinsi kewajib dan bertanggung jawab menyelenggarakan administrasi kependudukan pada skala propinsi; Pemkab/Pemkot kewajib dan bertanggung jawab menyelenggarakan administrasi kependudukan pada skala kabupaten/kota yang dilakukan Bupati/Walikota; dan Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota kewajib memberikan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, dan menerbitkan dokumen kependudukan. Program e-KTP berbasis NIK bertujuan untuk memperoleh tertib database dan tertib dokumen kependudukan (Kemendagri, 2011).
Program e-KTP diterbitkan mengacu pada UU no. 23 tahun 2006, Perpres no. 26 tahun 2009 , dan Perpres no. 35 tahun 2010, sehingga berlaku secara nasional dan diharapkan mempermudah penduduk dalam mendapatkan pelayanan dari Lembaga Pemerintah dan swasta karena tidak lagi memerlukan KTP setempat. Terkait dengan program tersebut, saat ini Pemerintah sedang berada dalam tahapan perekaman sidik jari, foto, dan tanda tangan, serta masih ada 3 tahap yang harus dilaksanakan, yakni personalisas e-KTP, penerbitan e-KTP, dan penyerahan e-KTP. Dalam rangka mendukung efektifitas dan efisiensi penerbitan NIK dan penerapan e-KTP, pemerintah mengembangkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) BPPT mendampingi Depdagri secara teknis dalam pengembangan software SIAK online yang mencakup perancangan infrastruktur jaringan antar kabupaten, data center pada Dirjen Administrasi Kependudukan, perancangan disaster recovery center (DRC), dan konsolidasi data dalam sistem, serta melakukan pendampingan teknis dalam pembuatan e-KTP.






4.1.            PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT
Pada dasarnya, e-Gov adalah penggunaan teknologi informasi (IT) yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah, masyarakat, dan bisnis, didalamnya melibatkan otomatisasi dan komputerisasi pada prosedur paper-based yang mendorong cara-cara baru dalam kepemimpinan, mendsikusikan dan menetapkan strategi, transaksi bisnis, mendengarkan warga dan komunitas, serta mengorganisasi dan menyampaikan informasi (Pascual, 2003). Semakin besarnya peranan IT dalam proses bisnis membuat organisasi berlomba mengimplementasikan IT untuk proses terintegrasi. Salah satunya adalah melalui implementasi e-Gov, di mana idealnya e-Gov diharapkan dapat membantu meningkatkan interaksi antara pemerintah, masyarakat, dan bisnis sehingga mampu mendorong perkembangan politik dan ekonomi.
Inisiatif e-Gov di Indonesia telah diperkenalkan melalui Inpres No. 6/2001 yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. e-Gov wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. Administrasi publik adalah salah satu area di mana internet dapat digunakan untuk menyediakan akses bagi masyarakat yang berupa pelayanan yang mendasar dan menyederhanakan hubungan antar masyarakat dan pemerintah. Pelayanan e-Gov melalui internet dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu penyediaan informasi, interaksi satu arah, interaksi dua arah dan transaksi yang berarti pelayanan elektronik secara penuh. Conroh interaksi satu arah adalah fasilitas download formulir, contoh interaksi dua arah adalah pengumpulan formulir secara online, sedangkan pelayanan elektronik penuh dapat berupa pengambilan keputusan dan delivery (pembayaran). Berdasarkan fakta yang ada, pelaksanaan e-Gov di Indonesia sebagian besar barulah pada tahap publikasi situs atau pemberian informasi. Data bulan Maret 2002 menunjukkan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs website, akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal mempertahankan kelangsungan operasi karena alasan anggaran, dan pada awal tahun 2003 hanya ada 85 situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap (Jakarta Post, 15/01/2003). Perlu digarisbawahi bahwa e-Gov bukan hanya sekedar publikasi situs oleh pemerintahn namun perlu diupayakan hingga pada layanan full-electronic delivery service.
Hasil evaluasi atas praktek pengembangan e-Gov menunjukkan bahwa implementasi e-Gov khususnya di Indonesia banyak yang mengalami kegagalan, karena adanya kesalahan paradigma tentang e-Gov yang tidak sesuai dengan konsep yang benar(Supangkat, 2006). Beberapa faktor penghambat dalam e-Gov, antara lain:

1.      Komitmen pemerintah dalam integrasi dan transparansi public.
2.      Belum adanya budaya berbagi informasi.
3.      Belum adanya budaya dokumentasi yang tertib.
4.      Resistensi terhadap perubahan.
5.      Kelangkaan sumber daya manusia (SDM) yang handal.
6.      Infrastruktur yang belum memadai dan maha.
7.      Tempat akses yang terbatas.
Resistensi terhadap perubahan sebagai penyebab faktor penghambat dalam e-Gov bisa terjadi sebagai akibat dari adanya:
1.      Ego sektoral organisasi sehingga menutup kemungkinan untuk mau diatur atau bekerjasama dengan organisasi lain
2.      Anggapan bahwa sistem informasi merekalah yang terbaik dibanding lainnya
3.      Konteks kepentingan yang berbeda pada setiap organisasi sehingga sulit dicari titik temu untuk melakukan integrasi secara cepat
4.      Keinginan untuk menjadi pimpinan tim integrasi dalam konsorsium kerja sama
5.      Ketidakinginan untuk saling membagi data/informasi/pengetahuan karena dianggap mengurangi keunggulan kompetitif individu/organisasi
6.      Ketidaktahuan memulai integrasi dari mana sehingga kondusif untuk dilakukan sejumlah pihak terkait; dan lainnya

4.2.            PROBLEM INTEGRASI APLIKASI SISTEM INFORMASI RAGAM INSTITUSI
Salah satu problem yang sulit dipecahkan dan kerap dijumpai para praktisi IT di Indonesia adalah ketika menghadapi tantangan di mana sejumlah sistem informasi yang berbeda harus diintegrasikan. Peristiwa tersebut misalnya terjadi pada saat aktivitas merger dan akuisisi, penggabungan satu atau dua institusi pemerintahan, kerjasama program berbasis lintas sektoral, dan lainnya. Berdasarkan pengalaman, kompleksitas permasalahan yang dijumpai justru tidak bertumpu pada aspek teknis, namun kerap lebih menonjol pada aspek non-teknis yang biasanya didominasi oleh isu "ego sektoral" pada masing-masing institusi yang terlibat. Tanpa adanya strategi yang jelas, seringkali kegiatan integrasi sistem menemui jalan buntu. Permasalahan kunci terjadinya fenomena tersebut pada dasarnya terletak pada kesalahan pendekatan atau metodologi proses terkait. Dalam menghadapi tantangan ini, metodologi yang dipergunakan harus mampu menjawab berbagai kendala teknis dan non teknis yang seyogyanya dijumpai pada setiap isu integrasi, artinya metodologi yang dipakai harus dibangun dengan memperhatikan kedua aspek tersebut

4.3.            PEMANFAATAN DATABASE KEPENDUDUKAN TERDISTRIBUSI
Database kependudukan dalam SIAK menggunakan NIK sebagai pengidentifikasi setiap record pada seluruh komponennya. Database kependudukan meliputi sejumlah item data yang lengkap tentang idenitias, pencatatan sipil, dan biometrik. Pemanfaatan database kependudukan untuk e-Gov dan beragam aplikasi sistem informasi di Pemkab/Pemkot sangat dimungkinkan mengingat SIAK online di setiap kecamatan langsung terhubung dengan data center kependudukan pusat di Ditjen Adminduk melalui VPN dial. Asumsi yang digunakan dalam usulan pemanfaatan database kependudukan terdistribusi ini, meliputi:

1.      Desain struktural data (logik dan fisik)
2.      Replikasi database dilakukan secara partially replicated yaitu masing-masing partisi database kependudukan disimpan di server database propinsi.
3.      Database terdistribusi propinsi dirancang dengan skenario fragmentasi horisontal dari server database nasional ke server database propinsi. Fragmentasi horisontal dilakukan sesuai kode wilayah propinsi dan disimpan di server database propinsi.
4.      Database terdistribusi kabupaten/kota merupakan hasil fragmentasi horisontal sesuai kode wilayah kabupaten dan disimpan di server database kabupaten. Fragmentasi vertikal dilakukan berdasarkan data yang sering di-update.

4.4.            PERMASALAHAN YANG POTENSIAL TERJADI
Beberapa permasalahan mungkin akan terjadi dalam upaya pemanfaatan database kependudukan terdistribusi pada ragam aplikasi sistem informasi di Pemkab/Pemkot. Pertama adalah terkait dengan pendekatan pengembangan. Pengembangan e-Gov yang justru diawali oleh instansi/lembaga di tingkat daerah telah menimbulkan sejumlah variasi pada data dan platform karena pengembangan sistem disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Pendekatan bottom up yang selama ini terjadi menjadi tidak cocok diterapkan. Pendekatan top down dalam pengembangan grand design aplikasi sistem informasi membantu pengembangan e-Gov di tingkat Pemkab/Pemkot, karena proses pengembangannya akan memiliki panduan yang jelas.
Masalah yang lain adalah saat ini banyak instansi/lembaga di Pemkab/Pemkot sudah memiliki database dengan platform berbeda dan tersebar di setiap instansi/lembaga yang secara geografis saling berjauhan. Masalah ini dapat diatasi dengan penggunaan teknologi web service, yaitu aplikasi internet yang mempunyai sifat interoperable yaitu bisa diakses dan mengakses aplikasi lain dengan platform ataupun bahasa yang berbeda sehingga database yang berbeda tidak menjadi kendala. Koneksi internet antar instansi/lembaga di berbagai tingkatan pemerintahan juga masih menjadi kendala di beberapa wilayah, sehingga peningkatan infrstruktur dan penambahan bandwidth koneksi juga perlu dilakukan. Sehingga diharapkan layanan terpadu dapat diakses dari setiap instansi/lembaga yang telah terkoneksi. Untuk melaksanakan aktivitas pengembangan tersebut diperlukan sebuah organisasi pengembang yang melibatkan Pimpinan Pemkab/Pemkot sebagai pengarah, Bagian EDP sebagai manajer proyek, dinas/unit terkait sebagai pimpinan proyek di dinas/unit, analis sistem, programmer, operator, serta didukung oleh tim teknis yang terdiri para tenaga ahli di bidang pengembangan e-Gov, database, hardware, software, jaringan, keamanan sistem, serta dokumentasi. Organisasi pengembang yang melibatkan semua unsur dalam sistem akan meminimalkan resistensi yang selama ini terjadi. Terakhir, semua upaya pengembangan sistem baru harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga teknologi informasi yang telah dikembangkan sampai tingkat bawah akan memberikan manfaat yang maksimal.

5.     KESIMPULAN :
Ketersediaan database kependudukan berbasis NIK yang semakin baik saat ini akan memberikan manfaat yang maksimal jika dapat dimanfaatkan dalam ragam aplikasi sistem informasi di Pemkab/Pemkot. Database kependudukan yang terdistribusi menjadi potensi pengembangan e-Gov yang lebih baik, melalui pengembangan ragam aplikasi sistem informasi primer dan sekunder/turunan yang terintegrasi pada level data, middleware, dan aplikasi yang dikembangkan dengan teknologi web service. Evaluasi atas kinerja sistem secara terus-menerus juga perlu dilakukan sebagai bagian proses dalam siklus hidup sistem informasi.
DAFTAR PUSTAKA     
http://riyana-anis91.blogspot.co.id/2013/06/distribusi-database.html
Indrajit, R.E., 2006, Evolusi Strategi Integrasi Sistem Informasi Ragam Institusi, Kiat
Memecahkan Permasalahan Politis dalam Kerangka Manajemen Perubahan,
Prosiding KNTIK untuk Indonesia, ITB, 3-4 Mei 2006.
Indrajit, R.E., 2006, Evolusi Strategi Integrasi Sistem Informasi Ragam Institusi, Jakarta.
Mendagri, 2011, Penerapan KTP Elektronik Secara Nasional, Materi Sosialisasi
Penerapan KTP Elektronik Tahun 2011.
Menkominfo, 2002, SIFONAS Sebagai Tulang Punggung e-Governance, Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH SOAL DAN JAWABAN MATERI SERVICE MANAGEMENT - BUSINESS PROCESS MANAGEMENT

MEMBUAT ANIMASI MENGGUNAKAN APLIKASI GIMP

Pengertian, Jenis - Jenis , dan Sebab Terjadinya Konflik